Andaikata Lebih Panjang Lagi
Seperti yang telah biasa dilakukannya ketika salah satu sahabatnya
meninggal dunia Rosulullah mengantar jenazahnya sampai ke kuburan.
Dan pada saat pulangnya disempatkannya singgah untuk menghibur dan
menenangkan keluarga almarhum supaya tetap bersabar dan tawakal
menerima musibah itu.
Kemudian Rosulullah berkata,"tidakkah almarhum mengucapkan wasiat
sebelum wafatnya?" Isterinya menjawab, saya mendengar dia mengatakan sesuatu diantara dengkur nafasnya yang tersengal-sengal menjelang ajal" "Apa yang di katakannya?" "saya tidak tahu, ya Rosulullah, apakah ucapannya itu sekedar rintihan sebelum mati, ataukah pekikan pedih karena dasyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan kalimat yang terpotong-potong." "Bagaimana bunyinya?" desak Rosulullah. Istri yang setia itu menjawab,"suami saya mengatakan "Andaikata lebih panjang lagi .... andaikata yang masih baru....andaikata semuanya...." hanya itulah yang tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya. Apakahperkataan-perkataan itu igauan dalam keadaan tidak sadar,ataukah pesan-pesan yang tidak selesai?" Rosulullah tersenyum."sungguh yang diucapkan suamimu itu tidak keliru,"ujarnya.
Kisahnya begini. pada suatu hari ia sedang bergegas akan ke masjid
untuk melaksanakan shalat jum'at. Ditengah jalan ia berjumpa dengan
orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena
tidak ada yang menuntun. Maka suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas penghabisan, ia
menyaksikan pahala amal sholehnya itu, lalu iapun berkata "andaikan
lebih panjang lagi". Maksudnya, andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanyalebih besar pula.
Ucapan lainnya ya Rosulullah?"tanya sang istri mulai tertarik. Nabi
menjawab,"adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala, ia
melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya,
waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di
tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil,
hampir mati kedinginan. Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Maka ia mencopot mantelnya yang lama,
diberikannya kepada lelaki tersebut. Dan mantelnya yang baru lalu
dikenakannya. Menjelang saat-saat terakhirnya, suamimu melihat
balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan
berkata, "Coba andaikan yang masih yang kuberikan kepadanya dan bukan mantelku yang lama, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi".Itulah yang dikatakan suamimu selengkapnya.
Kemudian, ucapannya yang ketiga, apa maksudnya, ya Rosulullah?" tanya
sang istri makin ingin tahu. Dengan sabar Nabi menjelaskan,"ingatkah
kamu pada suatu ketika suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan
meminta disediakan makanan? Engkau menghidangkan sepotong roti yang
telah dicampur dengan daging. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-
tiba seorang musyafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu
lantas membagi rotinya menjadi dua potong, yang sebelah diberikan
kepada musyafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan nazak,
ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalannya itu. Karenanya,
ia pun menyesal dan berkata ' kalau aku tahu begini hasilnya, musyafir itu tidak hanya kuberi separoh. Sebab andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti ganjaranku akan berlipat ganda.
Memang begitulah keadilan Tuhan. Pada hakekatnya, apabila kita
berbuat baik, sebetulnya kita juga yang beruntung, bukan orang lain.
Lantaran segala tindak-tanduk kita tidak lepas dari penilaian Allah.
Sama halnya jika kita berbuat buruk. Akibatnya juga akan menimpa kita
sendiri.Karena itu Allah mengingatkan: "kalau kamu berbuat baik,
sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Dan jika kamu berbuat
buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula." (surat Al
Isra')
0 comments:
Post a Comment